Read more: http://blogkomputer12.blogspot.com/2012/06/cara-membuat-teks-berjalan-di-title-bar.html#ixzz27VHgdOSz

Thursday, February 2, 2012

KEMAMPUAN MENGELOLA KELAS


KEMAMPUAN MENGELOLA KELAS
(Ali Murtadlo MS)

  1. Pendahuluan
Sekolah merupakan tempat atau ruang yang secara khusus dipersiapkan sebagai wadah untuk melaksanakan proses pembelajaran secara terencana dan terprogram dengan baik guna mencapai tujuan institusional yang telah ditetapkan dalam rangka turut mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Karena itu, masyarakat memberikan kepercayaan yang seutuhnya kepada sekolah untuk melakukan transformasi dan internalisasi pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupan melalui proses pembelajaran di dalam dan di luar kelas bagi anak-anak mereka.
Demikian juga dengan anak-anak (murid) yang datang ke sekolah itu. Murid datang ke sekolah setiap hari untuk mengikuti proses pembelajaran. Kehadiran mereka didasari oleh satu kepercayaan akan memperoleh pelayanan terbaik dari sekolah dan mendapatkan perubahan ke arah yang lebih baik menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka setelah mengikuti proses pembelajaran. Tidak hanya itu, pihak pengguna lulusan (stake holders) juga mempercayakan kepada sekolah untuk dapat menghasilkan out put yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Konsekuensi logis atas kepercayaan dari berbagai pihak ini merupakan tanggung jawab yang tidak ringan dari pihak sekolah, utamanya para guru untuk memberikan pelayanan pendidikan secara professional.
Paling tidak terdapat tiga peran yang melekat pada guru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan transformasi dan internalisasi pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang bermakna bagi para muridnya. Pertama, peran instruksional dalam arti guru sebagai pengajar. Peran ini mengandung makna bahwa guru adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Guru memahami secara persis ke arah mana murid akan dibawa (tujuan), materi apa yang seharusnya diberikan kepada murid untuk mencapai tujuan itu, teknik dan metode pencapaian tujuan, alat-alat atau media yang dibutuhkan, dan memahami secara persis sampai di mana tingkat pencapaian masing-masing murid setelah mengikuti proses pembelajaran.
Kedua, peran edukasional dalam arti guru sebagai pendidik. Sebagai pendidik, guru menjadi referensi nilai bagi para muridnya. Pada tingkat atau jenjang pendidikan dasar khususnya, guru menjadi figur utama bagi murid yang “mengalahkan” figur orang tua sekalipun. Murid menerima apapun yang datang dari guru dengan taken for granted. Setiap yang berbeda dari gurunya dianggap salah oleh murid.
Ketiga, peran sebagai manajer di kelas dalam arti sebagai pengelola kelas. Guru merupakan sosok penting dalam rangka mengoptimalkan proses pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasil belajar murid setelah mengikuti pembelajaran. Karena itu guru merupakan sosok yang mampu menciptakan suasana kondusif bagi proses pembelajaran. Melalui suasana yang kondusif, guru tidak hanya melakukan transformasi dan internalisasi, tetapi sekaligus membelajarkan anak bagaimana mereka belajar. Suasana kondusif memungkinkan murid bisa mendapatkan perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara efektif.

  1. Hakikat Kemampuan Mengelola Kelas
Pada umumnya kelas dimaknai sebagai sebuah ruangan yang merupakan bagian dari sebuah sekolah yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Pemaknaan seperti ini mengarahkan kepada pemahaman bahwa kelas merupakan sarana fisik berupa ruangan atau lokal yang dibatasi dinding-dinding yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Kelas juga dimaknai sebagai tingkatan-tingkatan yang menunjukkan posisi seorang murid di satu sekolah. Pada jenjang Sekolah Dasar, misalnya, ada kelas satu, kelas dua, dan seterusnya sampai kelas enam. Pemaknaan kedua ini membawa kepada pemahaman bahwa kelas tidak hanya sebatas fisik berupa ruangan atau lokal, tetapi lebih jauh itu kelas menunjukkan kesatuan sosial dan tingkat pengalaman belajar murid di sekolah. Oemar Hamalik, seperti dikutip Sudirman, mendefinisikan kelas sebagai sekelompok orang yang mengadakan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari seorang guru.[1] Kelas pada dasarnya merupakan suatu unit sosial yang memiliki tujuan dan terbentuk secara formal, dan dipimpin oleh seorang guru.
Hadari Nawawi, yang juga dikutip oleh Sudirman, mendefinisikan kelas dalam dua arti yaitu: pertama, dalam arti sempit, adalah ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar, dan kedua, dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah.[2] Di sini kelas merupakan satu kesatuan organisasi yang dinamis yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Ini berarti bahwa kelas merupakan sebuah sistem, artinya kelas memiliki berbagai unsur atau subsistem yang saling berkaitan dan menunjang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Keterkaitan berbagai subsistem dalam rangka mencapai tujuan itulah yang menyebabkan kelas menjadi dinamis melalui kegiatan proses pembelajaran.
Dinamika kelas sebagai penyelenggara kegiatan belajar mengajar itu seperti dikatakan oleh Anne M. Bauer.[3] Menurutnya, ruang kelas adalah lingkungan yang kompleks dimana para guru, murid dan materi pembelajaran semuanya saling berinteraksi. Interaksi di sini sebagaimana dikemukakan oleh Rachman,[4] meliputi kegiatan manajerial dan kegiatan mengajar.
Guru harus mampu mengelola kelas agar ia tetap dinamis  selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Sahertian[5] kemampuan mengelola kelas itu adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memaklumi kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal dengan cara mendisiplinkan dan melakukan kegiatan remedial. Usman[6] juga menjelaskan bahwa kemampuan mengelola kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikan bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran.
Mengelola kelas sangat penting dikuasai oleh guru karena manajemen kelas yang baik merupakan syarat untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pendapat tersebut sejalan dengan Muljani dan Nurhadi[7] menyatakan bahwa mengelola kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Dengan kata lain pengelolaan kelas bertujuan agar setiap murid di kelas dapat belajar dengan tertib sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.[8]
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan[9] menjelaskan lebih rinci bahwa tujuan mengelola kelas antara lain: (a) agar pengajaran dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (b) untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan murid dalam pengajarannya. Dengan mengelola kelas guru dapat dengan mudah melihat dan mengamati setiap kemajuan yang dicapai oleh murid, terutama murid yang tergolong lamban. (c) untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang.
Sebagaimana teori manajemen pada umumnya, ruang lingkup pengelolaan kelas meliputi seluruh proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pengaturan atau pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian sampai pada follow up (tindak lanjut).
Perencanaan adalah suatu proses penentuan rencana program kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan secara terpadu dan sistematis. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan adalah: (1) rencana harus jelas, (2) rencana harus realistis, dan (3) rencana harus terpadu dan sistematis. Perencanaan proses kegiatan pembelajaran meliputi: (1) perencanaan pengelolaan pembelajaran, (2) perencanaan pengorganisasian bahan pembelajaran, (3) perencanaan pengorganisasian kelas, (4) perencanaan penggunaan alat dan metode, dan (4) perencanaan penilaian prestasi murid.
Pengaturan atau pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan rincian kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan rencana, sumberdaya, fasilitas, dan alokasi waktu yang tersedia. Kegiatan pengaturan atau pengorganisasian meliputi pengaturan suasana pembelajaran, siswa, sumber belajar, fasilitas belajar, dan waktu.
Pelaksanaan adalah pemberlangsungan proses pembelajaran dari memulai sampai mengakhirinya. Kegiatan pelaksanaan meliputi: menyampaikan bahan pengait (apersepsi), memotivasi siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran, memberi contoh dengan menggunakan alat peraga.
Penilaian merupakan fungsi pengendalian untuk mengamati seluruh aspek dari perencanaan, pengaturan atau pengorganisasian, sampai pada pelaksanaan pembelajaran. Melalui kegiatan penilaian ini dapat diketahui sejauh mana tujuan pembelajaran dapat dicapai, dan dapat diketahui identifikasi masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran,  serta menjadi umpan balik bagi guru sebagai batu loncatan untuk merencanakan, mengatur dan melaksnakan program pembelajaran berikutnya.
Moh. Uzer Usman[10] menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran, guru memiliki peran sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator, dan sebagai evaluator. Dalam perannya sebagai demonstrator, guru harus benar-benar memahami materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa. Untuk itu guru harus senantiasa meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya. Di samping itu, guru juga harus menguasasi metode dan strategi penyampaiannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Sebagai pengelola kelas, guru harus bisa bertindak sebagai manajer yang profesional. Artinya, guru harus memahami sumber daya dan aspek-aspek yang ada di dalam kelas,  sehingga guru bisa menentukan sasaran pembelajaran dengan tepat.
Sebagai mediator, guru harus bisa menjadi perantara yang baik dalam hubungan antar manusia, khususnya tentang bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang psikologi siswa dan penggunaan media pembelajaran. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perannya sebagai fasilitator. Dalam perannya ini, guru harus mampu menjadikan dirinya sebagai fasilitas dalam proses pembelajaran. Disamping itu guru juga harus cakap dalam menggunakan fasilitas belajar seperti buku-buku referensi, majalah, alat peraga, serta berbagai media lainnya yang dapat menunjang kelancaran proses pembelajaran.
Sedangkan dalam perannya sebagai evaluator, guru harus mampu mengevaluasi hasil proses pembelajaran yang telah dilakukan secara komprehensif. Dalam perannya ini guru tidak hanya melihat prestasi belajar dalam arti dampak pengajaran berupa nilai-nilai (angka) yang tertera dalam laporan hasil belajar (rapot), tetapi juga dampak pengiringnya.[11]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bahwa pengelolaan kelas itu sangat urgen dalam serangkaian proses pembelajaran. Untuk itu, guru harus benar-benar memiliki kemampuan dalam mengelola kelas. Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan[12] menawarkan beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran kemampuan guru dalam mengelola kelas, yaitu: (a) kemampuan guru mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, (b) kemampuan guru melaksanakan peranan-peranannya, (c) kemampuan guru bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (d) kemampuan guru melaksanakan perannya dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian diatas maka kemampuan mengelola kelas merupakan upaya mengelola kelas mulai dari perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, sehingga tindak lanjut dengan melibatkan segala sumber daya yang ada untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif sesuai dengan kemampuan murid sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta dapat merealisasikan tujua kelas.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, maka secara konseptual, definisi kemampuan guru mengelola kelas adalah keterampilan aplikatif (skill) guru secara nyata untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan, sehingga terjadi proses belajar secara efektif pada diri murid sesuai dengan kemampuannya.
Kemampuan guru mengelola kelas memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut: (a) kegiatan akademik, (b) kegiatan administrasi, dan (c) pembianaan disiplin kelas.
Dimensi kegiatan akademik meliputi: a) merencanakan pengajaran, b) melaksanakan pengajaran, dan c) memberikan penilaian pengajaran. Dimensi kegiatan administrasi meliputi: a) kegiatan prosedural, b) kegiatan organisasional. Dimensi pembinaan disiplin kelas meliputi: a) mengantisipasi dan memecahkan permasalahan dalam kegiatan belajar, b) mengoptimalkan peran murid, c) mampu menyampaikan kemampuan dasar d) mampu mengembangkan minat dan pengetahuuan murid, e) membangkitkan partisipasi murid untuk asyik belajar dan mengarahkan murid yang kurang aktif belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Anne M. Bauer and Regina H. Sapona, Managing Classroom to Facilitate Learning, Boston: Allyn and Bacon, 1991
Anonim, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Rineka Cipta, 1999
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: Rosdakarya, 1996
Manan Rachman, Manajemen Kelas, Jakarta: Proyek Pendidikan Guru SD, 1988
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996
Muljani dan A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan Di Sekolah, Yogyakarta: Andi Offset, 1993
Piet A. Sahertian, Dimensi-dimensi Pendidikan di Sekolah, Malang: IKIP Malang, 1982
Sudirman, N., et al., Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta, 1992


[1] Sudirman, N., et al., Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), p.311. Guru adalah sebutan bagi pendidik di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada tingkat perguruan tinggi disebut dosen. Lihat UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I:1 (6). Untuk menjaga obyektifitas pengutipan referensi, pada bab ini digunakan istilah “guru” untuk menyebut “dosen”; dan “siswa” untuk “mahasiswa”.
[2] Ibid., p.310
[3] Anne M. Bauer and Regina H. Sapona, Managing Classroom to Facilitate Learning (Boston: Allyn and Bacon, 1991), p. 13
[4] Manan Rachman, Manajemen Kelas (Jakarta: Proyek Pendidikan Guru SD, 1988), p.12
[5] Piet A. Sahertian, Dimensi-dimensi Pendidikan di Sekolah (Malang: IKIP Malang, 1982), p.33
[6] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional (Bandung: Rosdakarya, 1996), p.56
[7] Muljani dan A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan Di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), p.81
[8] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), p. 79
[9] Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), p.114
[10] Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), pp. 9-11
[11] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Rineka Cipta, 1999), p. 4
[12] Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, op. cit., p. 9

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...