Teori Belajar dari Sudut Pendekatan Lingkungan
Pendekatan pembelajaran yang bermakna akan membantu konsep-konsep yang ditemukan siswa selama proses pembelajaran mempengaruhi daya retensinya. Belajar memerlukan keterlibatan aktif baik berupa manipulasi langsung, penginderaan, maupun mengeksplorasi atas inisiatif sendiri. Memfokuskan hal-hal yang menarik bagi anak jauh lebih baik dibanding menarik perhatian mereka untuk melakukan aktivitas atas pilihan guru.
Teori belajar yang sesuai dengan pengembangan pendekatan lingkungan adalah teori belajar kognitif dan konstruktivis. Dasar dari pengembangan pendekatan lingkungan adalah teori belajar kognitif yang memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan (Dalyono (1997). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Poedjiadi, 1999 dalam Hamzah, 2008). Pengajaran yang baik mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri (Corebima, 2006). Jadi pengajaran kognitif ini mengajarkan siswa untuk belajar mandiri dan atas kemauan mereka sendiri. Menurut Nur (2008) kognitivis mempunyai pandangan tentang pembelajaran mandiri dimana siswa lebih bersandar pada strategi-strategi kognitif mereka sendiri dalam mengembangkan sumber belajar yang tersedia. Kognitivisme mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap pola-pola pembelajaran tentang bagaimana informasi diterima, diproses, diolah, dan dimanipulasi oleh pebelajar. Kognitivis menciptakan model mental (pada para pebelajar) tentang memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Berdasarkan pandangan konstruktivis-kognitif (Arends,1997:163) menyatakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif dapat terlibat dalam proses perolehan informasi serta membangun pengetahuan mereka sendiri. Konstruktivis memandang keterlibatan siswa dalam pengalaman-pengalaman bermakna merupakan inti suatu pembelajaran. Para konstruktivis berpendapat bahwa siswa meletakkan pengalaman baru di dalam pengalaman belajar mereka sendiri, dan tujuan pengajaran bukan mengajarkan informasi tetapi menciptakan situasi sehingga siswa dapat menafsirkan informasi untuk pemahaman diri mereka sendiri. Konstruktivis yakin bahwa pembelajaran paling efektif terjadi apabila siswa terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks bermakna.
Berdasarkan pandangan konstruktivis-kognitif (Arends,1997:163) menyatakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif dapat terlibat dalam proses perolehan informasi serta membangun pengetahuan mereka sendiri. Konstruktivis memandang keterlibatan siswa dalam pengalaman-pengalaman bermakna merupakan inti suatu pembelajaran. Para konstruktivis berpendapat bahwa siswa meletakkan pengalaman baru di dalam pengalaman belajar mereka sendiri, dan tujuan pengajaran bukan mengajarkan informasi tetapi menciptakan situasi sehingga siswa dapat menafsirkan informasi untuk pemahaman diri mereka sendiri. Konstruktivis yakin bahwa pembelajaran paling efektif terjadi apabila siswa terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks bermakna.
Teori konstruktivis adalah suatu ide bahwa setiap siswa harus secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi tersebut untuk dimilikinya. Oleh karena dalam pengajaran konstruktivis penekanan diarahkan pada siswa sebagai siswa yang aktif, sehingga dinamakan pembelajaran yang terpusat pada siswa atau student-centered instruction (Nur, 2000).
Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak menurut Hamzah, (2008) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Sudut pandang teori belajar konstruktivis agar pengetahuan siswa yang diberikan kepada siswa bermakna, maka siswa sendirilan yang harus memproses sendiri informasi yang diterimanya, menstrukturkannya kembali dan mengintegrasikan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya (Susantini, 2010). Selanjutnya dijelaskan contoh konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Biologi antara lain siklus belajar, strategi metakognitif dan pembelajaran koopertif. Dalam siklus belajar ada tiga tahapan yaitu (1) tahap eksplorasi, siswa mengalami/mengindera objek secara langsung sehingga memperoleh pengalaman fisik dan interaksi social (2) tahap pengenalan konsep, memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan teman dan guru sehingga siswa mampu mengasimilasi dan mengakomodasi gagasan tertentu untuk menarik kesimpulan dari beberapa pengalaman yang telah dimilikinya (3) tahap penerapan konsep, menerapkan konsep yang baru pada situasi dan kondisi yang berbeda dimana pengalaman ini membantu siswa menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan tahap pengenalan konsep.
0 comments: